User Tools

Site Tools


business:reason_d_etre:the_reasons_for_a_business_to_exist_in_indonesian

Tujuan Bisnis Menurut Allah dan Al-Qur'an

Dalam Islam, tujuan bisnis, menurut Al-Qur'an dan perintah Allah, lebih dari sekadar menghasilkan keuntungan. Tujuan bisnis berkisar pada pemenuhan amanah ilahi (Amanah) yang dipegang manusia dalam pengelolaan sumber daya, mencari rezeki yang halal (Rizq Halal), dan berkontribusi pada kesejahteraan dan keadilan sosial. Beberapa konsep utama dalam Al-Qur'an dan ajaran Islam memberikan kerangka kerja untuk memahami bagaimana aktivitas bisnis harus selaras dengan kehendak Allah:

1. Bisnis sebagai Amanah (Amanah) dan Akuntabilitas (Hisab)

Islam menganggap semua sumber daya sebagai amanah dari Allah, dan manusia bertanggung jawab atas cara mereka menggunakannya. Akuntabilitas ini meluas ke praktik bisnis, di mana fokusnya tidak hanya pada kesuksesan materi tetapi pada perilaku etis, keadilan, dan transparansi.

* Surat Al-Baqarah (2:286): “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya… Setiap orang akan memperoleh apa yang telah diperbuatnya, dan setiap orang akan menanggung apa yang telah diperbuatnya.” * Ayat ini menekankan akuntabilitas, dan dalam konteks bisnis, artinya individu dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan mereka, termasuk tanggung jawab finansial dan etika.

* Surat An-Nisa (4:58): “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk memberikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan jika kamu memutuskan di antara manusia, hendaklah kamu memutuskan dengan adil.” * Transaksi bisnis harus didasarkan pada keadilan dan kepercayaan, memastikan bahwa hak-hak semua pemangku kepentingan, termasuk pemegang saham, karyawan, pelanggan, dan masyarakat, terlindungi.

2. Mencari Rezeki yang Halal

Islam sangat menekankan pada pencarian kekayaan dengan cara yang halal dan menghindari praktik-praktik yang tidak etis seperti eksploitasi, penipuan, dan bunga (riba). Al-Qur'an menganjurkan orang-orang beriman untuk terlibat dalam perdagangan dan perniagaan, tetapi memperingatkan terhadap ketidakadilan dan ketidakjujuran.

* Surat Al-Baqarah (2:275): “Allah telah menghalalkan perdagangan dan telah mengharamkan riba.”

* Perbedaan ini menunjukkan bahwa bisnis harus fokus pada pendapatan yang adil dan halal, dan keuntungan tidak boleh diperoleh dengan mengorbankan kesejahteraan orang lain.

* Surat Al-Mutaffifin (83:1-3): “Celakalah bagi orang-orang yang mengurangi (sebagian), yaitu orang-orang yang apabila mereka mengambil takaran dari manusia, mereka mengambil dengan sempurna. Jika mereka menakar atau menimbang mereka, mereka merugikan.”

* Kegiatan bisnis harus dilakukan dengan jujur, memastikan pertukaran yang adil dan tidak ada eksploitasi, sebuah prinsip yang terkait erat dengan gagasan modern tentang sumber daya yang etis dan tanggung jawab perusahaan.

3. Kesejahteraan Sosial dan Keadilan

Islam mendorong distribusi kekayaan yang adil dan menekankan tanggung jawab bisnis terhadap kesejahteraan masyarakat. Sedekah dan tanggung jawab sosial merupakan bagian integral dari etika bisnis Islam.

* Surat Al-Hashr (59:7): “…agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kamu.” * Ayat ini menganjurkan sistem ekonomi yang seimbang dan adil, di mana kekayaan harus beredar luas, yang menguntungkan semua sektor masyarakat, bukan hanya kalangan elit yang kaya.

* Surat Al-Baqarah (2:177): “Bukanlah kebajikan itu jika kamu menghadapkan wajahmu ke timur atau ke barat, tetapi kebajikan itu ada pada orang yang beriman kepada Allah… dan memberikan hartanya dengan penuh cinta kepada harta itu kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan, orang-orang yang meminta [bantuan], dan untuk memerdekakan budak.” * Bisnis didorong untuk berkontribusi pada kesejahteraan sosial, mendukung mereka yang membutuhkan, yang sejalan dengan inisiatif Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) modern yang bertujuan untuk memberi manfaat bagi masyarakat.

Integrasi dengan Konsep Modern

1. Nilai Pemegang Saham

Dalam bisnis modern, nilai pemegang saham mengacu pada memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham. Dari perspektif Islam, nilai pemegang saham harus diimbangi dengan kewajiban etika dan keadilan sosial. Penciptaan kekayaan harus selaras dengan prinsip-prinsip Tuhan tentang keadilan, kejujuran, dan kontribusi bagi masyarakat. Fokusnya harus pada keberlanjutan jangka panjang, bukan pada maksimalisasi keuntungan jangka pendek.

* Kekayaan pemegang saham diperbolehkan selama diupayakan melalui cara Halal dan tidak mengarah pada kerugian atau eksploitasi orang lain.

2. Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG)

Prinsip-prinsip ESG selaras erat dengan ajaran Islam yang menganjurkan pengelolaan (Khilafah) bumi, keadilan, dan keadilan dalam bertransaksi, dan tata kelola yang baik. Prinsip-prinsip Islam mendorong penggunaan sumber daya yang bertanggung jawab dan menjaga lingkungan.

* Surat Al-A'raf (7:31): “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” * Ayat ini menganjurkan untuk bersikap moderat dan berkelanjutan, yang mencerminkan keprihatinan modern seputar kerusakan lingkungan dan konsumsi yang bertanggung jawab.

* Surat Al-An'am (6:141): “Dan janganlah kamu menyia-nyiakan [sumber daya], karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang boros.”

* Bisnis diharapkan untuk menghindari pemborosan, yang secara langsung terkait dengan fokus modern pada pengelolaan lingkungan dalam praktik ESG.

3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)

CSR berakar pada konsep Islam tentang Maslahah (kepentingan publik). Islam mempromosikan rasa tanggung jawab yang kuat terhadap masyarakat, mendorong bisnis untuk berkontribusi positif terhadap pengembangan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.

* Zakat (pemberian amal) dan Sadaqah (amal sukarela) adalah pilar Islam yang memaksa individu dan bisnis untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Konsep ini mencerminkan CSR, di mana perusahaan diharapkan untuk berinvestasi kembali di masyarakat, mendukung yang kurang mampu, dan menumbuhkan keadilan sosial.

* Surat Al-Baqarah (2:261): “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir; pada tiap-tiap bulir seratus biji.” * Ayat ini mendorong pemberian dan tanggung jawab sosial, menyoroti bagaimana tindakan amal dapat melipatgandakan pahala di dunia ini dan akhirat.

Kesimpulan

Intinya, bisnis menurut aturan Tuhan, sebagaimana diuraikan dalam Al-Qur'an, harus beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip kepercayaan, keadilan, akuntabilitas, pendapatan yang sah, dan tanggung jawab sosial. Konsep-konsep seperti nilai pemegang saham, ESG, dan CSR dapat dipahami melalui sudut pandang etika Islam ini, yang fokusnya tidak hanya pada keuntungan tetapi juga pada upaya mempromosikan keadilan, kesejahteraan, dan keberlanjutan lingkungan, sambil mempertahankan rasa tanggung jawab yang mendalam kepada Tuhan.

business/reason_d_etre/the_reasons_for_a_business_to_exist_in_indonesian.txt · Last modified: 2024/09/12 09:00 by wikiadmin